Cari Blog Ini

Mengenai Saya

Foto saya
Muara Teweh, Kalimantan Tengah, Indonesia
Hidup Untuk Belajar, Belajar Untuk Kehidupan

Rabu, 01 September 2010

Meraih Nomer Induk Pegawai Di Tanah Barito

Seorang anak manusia dengan kulit hitam manis asam asin, tinggi kurang lebih 170 centimeter potongan polisi, dan beratnya nggak tahu berapa, agak lupa sih sebabnya nggak ngehitung waktu itu, sedang berjalan serius tapi santai. Jalan datar sekali kemudian tanjakan berkali-kali, membuat pria cakep ini cengengesan sendiri sambil njilatin kringet yang mulai turun perlahan dari rambut, dahi, netes ke hidung dan mengalir lambat ke bibir. Asin !!

Toro, nama pemuda bersahaja tersebut, melangkahkan kaki dengan gontainya. Terasa sekali si raja siang yang dengan sengitnya ikut serta mempertebal kadar kehitaman kulitnya. Sesekali dicubitnya lengan kanan dan kiri bergantian. "Hangat, tebal dan hitam" gumannya. Dia berjalan diatas trotoar dari terminal Muara Teweh menuju ke Kantor Pemda Barito Utara sejak tadi seraya menghitung tetesan keringatnya.

Beberapa saat, dia melewati depan kantor Kejaksaan, dengan penuh keyakinan, dia melirik dengan jurus tari bali ke arah jam dinding yang sedikit tertutup ventilasi. "Jam sembilan ? Kok panas sih!" raut mukanya tiba-tiba sendu kembali. Dipercepat langkahnya dengan penuh ambisi. "Udah pengumuman belum ya?" si cowok ganteng ini komat kamit sendiri. Dan nggak kerasa udah sampai didepan sebuah gedung yang rapih. Toro celingukan seperti burung unta, nggak karuan perasaannya saat dia memicingkan mata. Nun agak dekat disana, sekumpulan bahkan ratusan orang numpuk disamping kanan kantor Pemda.

Sedikit tegang namun tenang dan sedikit jaga image, Toro mendekati kerumuman orang-orang yang sedang sibuk mencari dan meneliti, penuh cemas dan harap-harap. "Adalah namaku?" tanya seorang ibu berpostur gendut pada sang suami. "Ada mamah! Aku cinta mamah!" si suami sambil mengecup kening si istri dengan penuh cinta, penuh haru dan penuh angan-angan tentang kredit motor, kredit rumah, kredit mobil, utang sana, utang sini, dan seterusnya."Ngaco lu!" hati Toro membentak. Ember!! Emangnya kalo jadi pegawai musti ngutang sana dan situ ya? Tapi kalo membayangkan kehidupan seorang Pegawai Negeri, memang nggak jauh dari yang namanya kredit di Bank. Kecuali, memang keturunan raja tanah atau ratu minyak.

Dipicingkan matanya, diresapi, dan ditariknya nafas dalam sekali, sampai rambut hidungnya ikut kesedot, Toro membelalakan matanya dengan penuh haru, bagaikan anak ayam yang kelaparan selama lima minggu dan baru aja dikasih cacing kurus dari sang induk. "Alhamdulillah....!" Sekian lama penantian toro bertapa eh berdoa supaya pengabdiannya pada pengangguran berakhir, sudah di kabulkan. Perjuangannya untuk mendapatkan pekerjaan sampailah sudah. Disekanya air mata, dan masih ditatapnya tulisan "RIS WANTORO" pada kertas folio yang bertempel di dinding pengumuman dekat wc umum Pemda.

"Waduh, selamat ya mas. Nyogok berapa sampeyan?" tanya tukang es tung-tung pada Toro yang sejak tadi asyik menjilati es tung-tung di tangannya. "Ih, naudzubillah deh pak, lha wong lulus aja nggak kepikiran, insya Allah pak murni semua kok!" jawab Toro dengan memelas dan lugu, seraya menjilati es tung-tung dengan penuh nafsu karena udara panas sekali sampai sampai mata si penjual es tung-tung berair perih.

Akankah, kebahagian lantas datang begitu saja pada diri Toro? Apakah dia akan tetap lugu dan wagu seperti sebelumnya? Akankah dia tetap berjualan lemper di bluran?